KARYA CELEBES

Mengungkap Fakta Tanpa Fitnah

Wartawan Bodrek” dan “Wartawan Muntaber”: Saat Sensasi Mengalahkan Etika Jurnalisme

Berita Terkait

KARYA Celebes.com; Makassar 06 Januari 2025

Oleh Nursalim Turatea, Ketua Ikatan Wartawan Online Indonesia Provinsi Kepulauan Riau

Dalam perkembangan dunia jurnalistik Indonesia, istilah “wartawan bodrek” dan “wartawan muntaber” semakin sering muncul untuk menggambarkan praktik-praktik tidak profesional yang mengancam kredibilitas media. “Wartawan bodrek” biasanya merujuk pada jurnalis yang mengutamakan sensasi daripada akurasi, sedangkan “wartawan muntaber” — singkatan dari “muncul tanpa berita” — menggambarkan sosok yang hadir di acara atau kegiatan tanpa menghasilkan liputan yang berarti. Kedua jenis wartawan ini mengaburkan batas antara informasi yang layak dipercaya dan sekadar pencarian popularitas tanpa integritas.

Wartawan Bodrek: Sensasi di Atas Segalanya

Istilah “wartawan bodrek” sudah lama dikenal dalam dunia jurnalisme. Wartawan tipe ini terkenal karena mengedepankan berita yang mengejutkan atau sensasional, sering kali dengan mengabaikan proses verifikasi yang layak. Mereka membuat berita dengan judul-judul bombastis yang menarik perhatian pembaca, tetapi isinya sering kali kurang mendalam dan tidak akurat. Tujuan utamanya adalah menarik perhatian publik demi mendapatkan klik atau pembaca, meskipun hal tersebut bisa mengorbankan fakta yang sesungguhnya.

Fenomena ini tidak hanya membahayakan kredibilitas jurnalisme, tetapi juga menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Masyarakat yang terpapar berita sensasional dari “wartawan bodrek” akan kesulitan membedakan antara informasi yang benar-benar valid dan yang sekadar rekayasa demi sensasi. Ini mengakibatkan hilangnya kepercayaan publik pada media sebagai sumber informasi yang dapat diandalkan.

Wartawan Muntaber: Hadir Tanpa Komitmen

Selain “wartawan bodrek,” fenomena “wartawan muntaber” atau “muncul tanpa berita” kini juga semakin sering ditemui. Wartawan jenis ini biasanya hadir di berbagai acara dan kegiatan, tetapi tidak memiliki niat untuk melaporkan atau membuat berita yang informatif dan mendalam. Mereka hadir hanya untuk mengambil keuntungan pribadi, seperti mendapatkan fasilitas atau jaringan pertemanan, tanpa benar-benar melaksanakan tugas jurnalisme mereka.

Contohnya, seorang “wartawan muntaber” mungkin terlihat hadir di acara peluncuran produk atau pertemuan penting, namun tidak menulis laporan apa pun setelahnya. Mereka muncul, berfoto, bahkan mungkin mengumpulkan materi promosi, tetapi kontribusi mereka dalam bentuk liputan atau berita hampir tidak ada. Keberadaan “wartawan muntaber” mencederai profesi jurnalisme, membuat publik meragukan kesungguhan dan dedikasi para pelaku media.

Dampak Negatif pada Kredibilitas Media dan Jurnalisme

Keberadaan “wartawan bodrek” dan “wartawan muntaber” menimbulkan tantangan besar bagi dunia media. Ketika informasi yang disajikan lebih mementingkan sensasi atau bahkan sama sekali tidak ada, maka kredibilitas media akan terus mengalami penurunan. Media yang harusnya menjadi sumber berita yang dapat dipercaya justru dipandang sebagai penyebar sensasi atau kepentingan pribadi.

Ketika wartawan-wartawan semacam ini semakin mendominasi, masyarakat tidak lagi melihat media sebagai institusi yang menyediakan informasi berkualitas, melainkan sebagai tempat penyebar isu yang meragukan. Kepercayaan masyarakat terhadap media yang selama ini dibangun melalui profesionalisme dan integritas pun terkikis.

Masyarakat dan Literasi Media sebagai Solusi

Salah satu cara untuk menghadapi fenomena “wartawan bodrek” dan “wartawan muntaber” adalah dengan meningkatkan literasi media di kalangan masyarakat. Literasi media yang baik memungkinkan masyarakat untuk membedakan mana berita yang valid dan mana yang hanya mencari sensasi. Dengan meningkatnya literasi media, masyarakat dapat lebih kritis dalam memilih sumber berita yang kredibel dan tidak mudah terpancing oleh judul-judul sensasional.

Selain itu, tanggung jawab juga terletak pada lembaga media itu sendiri. Media yang kredibel harus memiliki standar tinggi dalam perekrutan wartawan dan memantau kualitas konten yang diterbitkan. Setiap berita yang disiarkan harus melalui proses verifikasi dan harus disajikan secara berimbang. Ini akan membantu mengembalikan kepercayaan publik terhadap media dan menjaga martabat profesi jurnalis.

Kode Etik Jurnalistik dan Pengawasan Internal

Asosiasi wartawan dan lembaga pengawas media perlu menerapkan kode etik jurnalistik yang ketat untuk menindak para wartawan yang tidak profesional. Kode etik ini seharusnya tidak hanya berisi aturan tentang akurasi dan kejujuran, tetapi juga tentang komitmen terhadap peliputan berita yang bermanfaat bagi publik. Dengan penerapan kode etik yang tegas dan sanksi bagi pelanggar, diharapkan praktik-praktik seperti “wartawan bodrek” dan “wartawan muntaber” dapat diminimalisir.

Pengawasan internal oleh media juga penting untuk memastikan bahwa setiap wartawan memiliki komitmen dalam menjalankan tugasnya. Perusahaan media yang peduli terhadap kualitas jurnalisme harus selalu memantau hasil kerja wartawan dan memberikan sanksi kepada mereka yang hanya mencari keuntungan pribadi tanpa memberikan kontribusi nyata.

Kesimpulan

Fenomena “wartawan bodrek” dan “wartawan muntaber” adalah ancaman serius bagi kualitas dan kredibilitas dunia jurnalisme. Kedua tipe wartawan ini tidak hanya mencederai profesi jurnalistik, tetapi juga menurunkan kepercayaan publik terhadap media. Agar profesi ini kembali dihormati dan dipercaya, setiap pihak — baik wartawan, media, asosiasi profesi, maupun masyarakat — perlu bekerja sama untuk mengedepankan etika dan kualitas dalam setiap informasi yang disajikan.

Dengan komitmen bersama untuk melawan praktik-praktik tidak profesional ini, kita dapat menjaga jurnalisme tetap menjadi pilar penting demokrasi yang bertugas menyampaikan informasi yang jujur, akurat, dan bermanfaat bagi publik.

Bagikan:

Mengungkap Fakta Tanpa Fitnah